Hasil Rapat Dpr Dengan Mahfud Md
Merdeka.com - Komisi III DPR RI bersama Ketua Tim Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sekaligus Menkopolhukam Mahfud MD, menggelar rapat membahas soal dana janggal Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Rabu (29/3).
Di media sosial beredar video bernarasikan adanya kericuhan saat Komisi III DPR RI bersama Menkopolhukam Mahfud MD, menggelar rapat soal dana janggal Rp349 triliun di Kemenkeu.
Video beredar di Youtube tersebut, dikatakan jika anggota DPR ngamuk dan sampai lempar kursi saat rapat bersama Mahfud MD.
Siapa yang dipuji oleh Mahfud MD? Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD berkesempatan menjadi pembicara dalam acara Forum Group Discussion Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara pada Senin 2 September kemarin.Dalam kesempatan tersebut, Mahfud membeberkan sejarah para pemimpin Indonesia terdahulu, sejak dari zaman Orde Baru. Ketika Orde Baru selesai, BJ Habibie yang menggantikan Soeharto memiliki etika untuk tidak melanjutkan pemerintahannya sampai 5 tahun.Habibie hanya menjadi presiden Indonesia selama 1 tahun karena hanya mengisi kekosongan pemimpin sampai Indonesia melaksanakan pemilu.
Siapa yang memimpin rapat paripurna DPR? Ketua DPR Puan Maharani menjelaskan alasan rapat paripurna DPR tidak lagi menyebutkan jumlah kehadiran anggota dewan secara virtual.
Apa yang diapresiasi oleh DPR? Mengomentari hal itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni ikut mengapresiasi.
Apa yang Mahfud MD soroti di Debat Cawapres? Dalam kesempatan Debat Capres dan Cawapres yang berlangsung pada Minggu (21/01/2024) lalu, cawapres nomor urut 03 yaitu Mahfud MD soroti deforestasi hutan di Indonesia yang mencapai 12,5 juta hektare.
Apa yang diapresiasi DPR dari Kejagung? 'Kasus kakap yang telah diungkap pun nggak main-main, luar biasa, berani tangkap sana-sini. Mulai dari Asabri, Duta Palma, hingga yang baru-baru ini soal korupsi timah. Penerapan restorative justice juga terus meningkat setiap tahunnya. Dan selain itu, penyelenggaraan Adhyaksa Awards 2024 malam ini pun merupakan wujud nyata inovasi yang hebat dari Pak Jaksa Agung, pertama dalam sejarah. Ini bisa jadi daya pacu bagi seluruh jajaran untuk berlomba-lomba meningkatkan prestasi dan melayani masyarakat,' ujar Sahroni
Video tersebut berjudul "Edan!!! Viral Anggota DPR RI Ngamuk Hingga Lempar Kursi Saat Rapat Dengan Mahfud MD!!!"
Video berdurasi 10:08 itu menampilkan anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan dan Mahfud MD yang menghadiri rapat di DPR.
Sedangkan thumbnail dalam video berupa foto Mahfud MD dan anggota DPR terlihat sedang marah-marah sampai menggulingkan meja.
"NAIK MEJA HINGGA LEMPAR KURSI KERICUHAN TERJADI SAAT MAHFUD MD JELASKAN DANA 349T."
Penelusuran yang dilakukan cek fakta merdeka.com, di mulai dengan mengunggah foto thumbnail anggota DPR terlihat sedang marah ke situs Google Images.
Hasil penelusuran, foto tersebut mengarah pada berita foto yang diunggah situs suara.com berjudul "Paripurna DPR Ricuh" diunggah 28 Oktober 2014.
Foto tersebut diberi keterangan:
"Anggota Fraksi PPP DPR memprotes pimpinan rapat dan menggulingkan meja saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/10). Rapat Paripurna dengan agenda penetapan nama-nama anggota fraksi pada alat kelengkapan dewan berlangsung ricuh terkait dualisme internal fraksi PPP DPR."
Sehingga foto thumbnail tidak ada kaitannya ricuh antara anggota DPR saat rapat bersama Mahfud MD. Foto aslinya merupakan rapat Paripurna yang berlangsung ricuh tahun 2014.
Penelusuran dilanjutkan dengan melihat secara keseluruhan isi video. Hasilnya video tersebut merupakan gabungan Mahfud MD dan anggota DPR RI.
Di awal video yang menampilkan Arteria Dahlan, identik dengan unggahan KompasTV. Anggota Komisi III DPR RI fraksi PDIP Arteria Dahlan menyebut, DPR siap membantu Mahfud MD untuk mengusut kejanggalan transaksi di Kemenkeu.
Sedangkan narasi dalam video dikutip dari situs populis.id. Artikel tersebut membahas soal Politisi PSI Muannas Alaidid menyentil keras anggota Arteria Dahlan yang mengatakan orang yang membocorkan rahasia tindak pidana pencucian uang (TPPU) dapat dipidana 4 tahun penjara setelah Menko Polhukam Mahfud MD melontarkan isu transaksi janggal Rp349 Triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Sebagai informasi, Mahfud MD mengatakan, Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berakhir dengan baik.
Dia menegaskan, dirinya dengan Komisi III DPR RI memiliki kesamaan pemikiran dan kepentingan, yakni untuk memajukan negara.
"Semula agak tegang. Pertanyaannya berputar-putar, saling protes karena cara bicara. Pada akhirnya tadi kami clear," katanya usai RDPU di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/3) malam.
Video anggota DPR ricuh saat rapat dengan Mahfud MD merupakan klaim yang salah alias hoaks. Faktanya isi video dengan judul yang beredar tidak sesuai.
Mahfud MD mengatakan, Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR berakhir dengan baik.
Jangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan. Pastikan itu berasal dari sumber terpercaya, sehingga bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
https://www.youtube.com/watch?v=DUjhrci2bmkhttps://www.suara.com/foto/2014/10/28/181501/paripurna-dpr-ricuhhttps://www.youtube.com/watch?v=L_lq3cFPoMchttps://populis.id/read53418/ancam-mahfud-md-dengan-pidana-4-tahun-gegara-buka-transaksi-janggal-di-kemenkeu-arteria-dahlan-langsung-diteriaki-konyol-betul-kauhttps://www.merdeka.com/peristiwa/mahfud-soal-rdpu-dengan-komisi-iii-semula-tegang-pada-akhirnya-clear.html (mdk/lia)
Rapat Komisi III DPR dengan Ketua Komite Nasional Koordinator Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (KNK-PP-TPPU) Mahfud Md sempat diskors. Kini rapat tersebut dilanjutkan kembali.
Rapat yang membahas isu TPPU Rp 349 triliun ini digelar di ruang rapat Komisi III DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023) sejak pukul 15.00 WIB. Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni.
Sahroni sempat menskors rapat untuk berbuka puasa saat para anggota Komisi III DPR tengah memberi tanggapan. Tanggapan para anggota DPR ini menyambung pemaparan yang disampaikan Mahfud Md dan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana terkait isu Rp 349 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, setelah berselang sekitar 1 jam lebih atau pukul 19.00 WIB, rapat Komisi III DPR dan Mahfud Md dilanjutkan kembali. Rapat dimulai dengan tanggapan anggota Komisi III DPR Mulfachri.
"Pak Trimed, mohon maaf, Pak Mulfachri dulu, nggak apa ya?" kata Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni membuka rapat.
"Oh, gitu, oke... oke, Pak Mulfachri, silakan Pak Mulfachri, nggak apa, silakan," jawab Trimedya.
Rapat Mahfud dan Komisi III DPR Berlangsung Panas
Rapat Komisi III DPR dan Mahfud yang membahas transaksi janggal Rp 349 triliun berlangsung panas. Hujan interupsi mulanya dipantik oleh ketidakhadiran Menkeu Sri Mulyani, padahal sudah diundang oleh pihak Komisi III DPR.
"Saya ingin mengklarifikasi dulu karena tidak hadir," kata anggota Komisi III DPR F-Gerindra Habiburokhman dalam rapat di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3).
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni, yang memimpin rapat, menjelaskan Sri Mulyani tak hadir karena ada undangan acara lain. Jika dimungkinkan, Sri Mulyani akan diundang dalam rapat lanjutan.
Rapat terus berlangsung panas. Keriuhan kembali terjadi saat Mahfud menyinggung soal anggota DPR yang menjadi makelar kasus.
"Karena sering di DPR ini aneh, kadang marah-marah gitu, nggak tahunya markus dia," ujar Mahfud.
Mahfud mengatakan pernah ada anggota DPR yang marah-marah saat rapat dengan Jaksa Agung. Namun, menurut dia, anggota DPR itu kemudian datang dan menitip suatu kasus ke Kejagung.
"Marah ke Jaksa Agung, uwa uwa uwa gitu, nantinya datang ke kantor Kejaksaan Agung nitip kasus," ujar Mahfud.
Ucapan Mahfud langsung dihujani interupsi para anggota DPR. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Habiburokhman, salah satu legislator yang protes, meminta Mahfud mengatakan nama anggota DPR yang menjadi markus tersebut.
"Kalau benar ada, sampaikan sekarang. Sampaikan saja," ujar Habiburokhman, yang juga Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Mahfud kemudian menyebut peristiwa itu terjadi pada 2002. Mahfud enggan menjawab saat ditanya apakah ada anggota DPR saat ini yang juga menjadi markus.
Menko Polhukam Mahfud Md beberkan sejumlah hambatan dalam pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir Yoshua alias Brigadir J yang didalangi oleh Irjen Ferdy Sambo. Salah satu hambatan itu adalah kelompok Ferdy Sambo yang menjadi kerajaan sendiri di internal Polri.
"Yang jelas, ada hambatan-hambatan di dalam secara struktural ya, karena ini tidak bisa dimungkiri ini ada kelompok Sambo sendiri ini yang seperti menjadi kerajaan Polri sendiri di dalamnya. Seperti sub-Mabes-lah, ini yang sangat berkuasa. Dan ini yang menghalang-halangi sebenarnya. Kelompok ini yang jumlahnya 31 orang itu yang sekarang sudah ditahan," kata Mahfud dalam tayangan podcast bersama Akbar Faizal yang disiarkan di YouTube, seperti dilihat, Kamis (18/8/2022) dikutip dari detikNews.
Mahfud menyebut sudah menyampaikan kepada Polri untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Mahfud mengatakan, dalam kasus Sambo, ada tiga klaster yang turut membantu pembunuhan, mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga rekayasa kasus. Klaster pertama adalah mereka yang membantu mengeksekusi korban secara langsung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sudah sampaikan ke Polri, ini harus diselesaikan, masih ada tersangka. Ini ada tiga klaster yang kasus Sambo. Satu, pelaku yang merencanakan dan mengeksekusi langsung. Nah, yang ini tadi yang kena pasal pembunuhan berencana karena dia ikut melakukan, ikut merencanakan dan ikut memberi pengamanan di situ," ujarnya. Mahfud mengatakan klaster kedua adalah mereka yang membantu menghilangkan barang bukti. Klaster itu menurut Mahfud merupakan bagian dari obstruction of justice. "Kedua, obstruction of justice. Ini tidak ikut dalam eksekusi tapi karena merasa Sambo, ini bekerja... bagian obstruction of justice ini membuang barang anu membuat rilis palsu dan macam-macam. Nah, ini tidak ikut melakukan," ujarnya. "Nah, menurut saya, kelompok satu dan dua ini tidak bisa kalau tidak dipidana. Kalau yang ini tadi melakukan dan merencanakan. Kalau yang obstruction of justice itu mereka yang menghalang-halangi itu, memberikan keterangan palsu. Membuang barang, mengganti kunci, mengganti barang bukti, memanipulasi hasil autopsi, nah itu bagian yang obstruction of justice," lanjutnya. Mahfud menjelaskan klaster ketiga, yakni mereka yang hanya ikut-ikutan karena sedang berjaga dan bertugas. Mereka yang masuk klaster tiga hanya menjalankan tugas sesuai perintah. "Kemudian ada kelompok ketiga yang sebenarnya ikut-ikutan ini, kasihan, karena jaga di situ kan, terus di situ ada laporan harus diteruskan, dia teruskan. Padahal laporannya nggak bener. Prosedur jalan, jalan, disuruh buat ini ngetik, ngetik. Itu bagian yang pelanggaran etik," ucapnya. Lebih lanjut Mahfud menilai yang layak untuk diproses pidana, yakni klaster satu dan dua. Sementara itu, untuk klaster ketiga, Mahfud menilai hanya perlu diberi sanksi etik. "Saya pikir yang harus dihukum tuh dua kelompok pertama, yang kecil-kecil ini hanya ngetik hanya ngantarkan surat, menjelaskan bahwa bapak tidak ada, memang tidak ada misalnya begitu. Menurut saya ini nggak usah hukuman pidana, cukup disiplin," imbuhnya.
Laoran Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menanggapi polemik kewenangan proses hukum prajurit TNI yang mencuat setelah eks Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsminnya Letkol Afri Budi Cahyanto ditetapkan tersangka oleh KPK beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan mengapa prajurit TNI harus diadili di peradilan militer.
Mahfud menjelaskan menurut Undang-Undang nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer semua jenis tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI memang harus diadili di peradilan militer.
Akan tetapi, pada tahun 2004 lahir Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.
Dalam undang-undang tersebut, kata dia, diatur bahwa untuk tindak pidana umum yang dilakukan prajurit TNI diadili di peradilan umum, sedangkan tindak pidana militer yang dilakukan prajurit TNI diadili oleh peradilan militer.
Ketentuan yang dimaksud Mahfud yakni Pasal 65 ayat (2) UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI yang berbunyi:
(2) Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang.
Namun demikian, lanjut Mahfud, ada pasal lain dalam Undang-Undang tersebut yang menyatakan pasal tersebut baru berlaku apabila sudah ada Undang-Undang tentang peradilan militer yang baru.
Sehingga, kata dia, sebelum ada undang-undang tentang peradilan militer yang baru maka yang masih berlaku adalah undang-undang tentang nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Sehingga, saat ini prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum masih diadili di peradilan militer. Ketentuan yang dimaksud Mahfud termuat dalam asal 74 ayat (1) dan (2) UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI yang berbunyi:
Baca juga: Kepala Basarnas Henri Alfiandi dan Letkol ABC Langsung Dijebloskan ke Tahanan Militer di Halim
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 berlaku pada saat undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan.
(2) Selama undang-undang peradilan militer yang baru belum dibentuk, tetap tunduk pada ketentuanUndang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
"Jadi sudah tidak ada masalah, tinggal masalah koordinasi," kata Mahfud yang disiarkan di kanal Youtube Kemenko Polhukam pada Selasa (1/8/2023).
Baca juga: Puspom TNI Beberkan Peran 2 Prajurit yang Terlibat Kasus Suap di Basarnas
Koordinasi tersebut, kata Mahfud, juga telah dilakukan semalam di mana Puspom TNI telah menetapkan Marsdya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dalam kasus suap di lingkungan Basarnas.
Keduanya, kata Mahfud, juga telah ditahan untuk selanjutnya diproses menurut hukum di peradilan militer.
"Dan koordinasi sudah dilakukan tadi malam atas arahan Panglima TNI dan KSAU, Puspom TNI sudah melanjutkan mentersangkakan atau menjadikan tersangka pejabat yang bersangkutan dan sudah ditahan untuk selanjutnya diproses menurut hukum di peradilan militer," kata Mahfud.
Baca juga: Kepala Basarnas Henri Alfiandi Terancam Hukuman Penjara Seumur Hidup
Berdasarkan kesan yang didapatkannya, peradilan militer lebih steril dari intervensi politik dan tekanan masyarakat sipil.
Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat mempercayakan proses hukum tersebut kepada peradilan militer.
"Kesan saya pribadi, peradilan militer itu kalau sudah mengadili biasanya lebih steril dari intervensi politik. Biasanya lebih steril dari tekanan-tekanan masyarakat sipil," kata Mahfud.
"Oleh sebab itu kita percayakan ini kepada peradilan militer dan kita semua akan mengawalnya dari luar," lanjutnya.
Jakarta - Rapat Konsultasi Pemerintah dengan DPR-RI berlangsung di Gedung Nusantara IV DPR-RI, Senin (6/4/2015). Presiden didampingi oleh 3 Menko, Mendagri, Kepala Bapenas bertemu dengan DPR-RI yang diwakili antara lain oleh Ketua DPR Setya Novanto, Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Para Pimpinan Komisi.
Dalam rapat tersebut ada beberapa agenda yang dibahas yaitu mengenai pencalonan Kapolri dan Implementasi Pelaksanaan APBNP 2015.
"Tadi ditanyakan dua hal tentang pengangkatan Kapolri dan yang kedua mengenai implementasi pelaksanaan APBNP”ujar Presiden Joko Widodo.
Sehubungan dengan Kapolri, Presiden sudah menjelaskan melalui surat resmi kepada ketua DPR-RI pada tanggal 18 Februari 2015. Presiden ingin pencalonan Kapolri ini tidak menimbulkan perdebatan di masyarakat, selain itu alasan sosiologis dan yuridis menjadi pertimbangan utama pencalonan nama Kapolri yang baru.
Di samping itu, Rapat Konsultasi ini membahas implementasi pelaksaan APBNP 2015. Presiden menyatakan pelaksanaan APBNP 2015 lebik baik dibanding APBN 2014, Hal itu terlihat dari angka penyerapan anggarannya yang lebih besar.
“Berdasarkan data penyerapan tahun lalu 1 Januari sampai 31 Maret sebesar 15,6 (persen), tahun ini 18,5 (persen) artinya pelaksanaannya sudah berjalan dan kami ingin pelaksanaannya lebih dipercepat lagi”ujar Presiden Joko Widodo menutup pembicaraan.
Humas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Email: [email protected] Twitter: @perekonomianRI Website: www.ekon.go.id
JAKARTA, KOMPAS TV - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menolak menjawab saat ditanya sosok inisial T yang diduga menjadi bos dan pengendali judi di Indonesia.
Sosok berinisial T itu sebelumnya disampaikan Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani.
"Saya sekarang bukan Menko Polhukam," kata Mahfud di Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7/2024), dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Soal Inisial T Diduga Kendalikan Judi Online, PPATK: Ini Bukan Tentang Takut atau Tidak Takut
Mahfud menyebut, dirinya tak berwenang membicarakan itu, karena kini dirinya sudah tak lagi menjadi pejabat negara.
"Saya sekarang bukan Menko Polhukam, jadi saya tidak berwenang untuk bicara itu," katanya.
Sebelumnya, Benny menyebut T adalah warga negara Indonesia yang mengendalikan bisnis judi online dan scamming atau penipuan online di Indonesia. T disebut beraksi dari Kamboja.
"Saya cukup menyebut inisialnya T aja paling depan, yang (inisial huruf) kedua saya enggak perlu saya sebut. Dan ini saya sebut di depan presiden,” ujar Benny, Kamis (25/7/2024).
Ia mengatakan sosok berinisial T tersebut disampaikan dalam rapat terbatas (ratas) di Istana Negara di hadapan Presiden Joko Widodo atau Jokowi hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Terkini, polisi pun akan memanggil Benny Rhamdani pada Senin (29/7) besok untuk meminta keterangan terkait sosok T yang diduga sebagai bos judi online tersebut.
Kapolri Jenderal Sigit Listyo Prabowo berharap pemanggilan Benny oleh Bareskrim bisa mempercepat pengungkapan kasus judi online di Indonesia.
Baca Juga: Misteri Inisial T Pengendali Judol, Kapolri Listyo Minta Benny Rhamdani Hadir di Bareskrim
"Supaya lebih jelas dan membantu mempercepat penangkapan kita, Bapak Benny Rhamdani kita minta untuk hadir," kata Listyo Sigit usai menghadiri penutupan Kapolri Cup di Jakarta, Sabtu (27/7), dipantau dari siaran YouTube KompasTV.
JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Kemanan atau Menko Polhukam Mahfud MD buka suara menanggapi isu soal mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo yang disebut tidak berada di penjara selama menjalani masa penahanan
Melainkan, terpidana pembunuhan berencana tersebut ditahan di sebuah ruang yang dilengkapi oleh Air Conditioner atau AC.
Adalah pengacara bernama Alvin Lim yang menyatakan demikian dalam sebuah dialog di sebuah podcast baru-baru ini.
Baca Juga: Jejak Kasus Ferdy Sambo (II): Pupus Skenario karena Nyanyian Bawahan
Terkait pernyataan Alvin Lim tersebut, Mahfud MD mengaku belum mendapatkan laporan terkait tempat penahanan Ferdy Sambo tersebut.
Namun demikian, ia mempersilakan kepada Alvin Lim untuk merinci keberadaan Ferdy Sambo yang disebut tidak ada di Lapas Salemba.
Mahfud MD mengakui bahwa isu narapidana bermain dengan petugas lapas memang sudah menjadi rahasia umum.
Bahkan, kata dia, ada beberapa kasus didapati penghuni Lapas Sukamiskin yang mayoritas dihuni koruptor ternyata pulang setiap harinya.
Karena itu, Mahfud MD berharap Alvin Lim bisa bekerja sama dengan pihak terkait untuk mengungkap apa yang disampaikannya itu.
Baca Juga: Jejak Kasus Ferdy Sambo (I): Menjemput Ajal di Kediaman Jenderal dan Kematian yang Ditutupi
"Tidak tahu saya. Ya bagus lah kalau dia punya info begitu. Diberitahu saja ke saya boleh, di mana, dan kapan dia lihatnya, kan tinggal begitu saja,” kata Mahfud MD dikutip dari Tribunnews.com pada Kamis (4/1/2023).
“Kalau isu begitu sih, di Sukamiskin banyak orang pulang setiap hari. Itu soal-soal yang harus kita selesaikan memang kalau ada.”
Kemudian, ketika ditanya apakah dirinya akan memeriksa informasi tersebut atau tidak, Mahfud mengatakan bahwa tidak ada laporan mengenai hal itu kepadanya. Namun, ia mempersilakan institusi terkait mengurusnya.
"Tidak ada laporan ke saya. Kalau ke Lapas pasti itu ngeceknya ya pasti ada Irjen, Inspektur Jenderal, itu yang selalu mengawasi. Kalau ada sesuatu, dia saya panggil," kata dia.
"Tapi ini, kalau dari Alvin kan memang terlalu banyak ya pernyataannya, semua bagi dia jadi kasus, jadi enggak jelas mana yang benar mana yang salah akhirnya. Ya sudah biar ditangkap oleh institusi terkait.”
Baca Juga: Jejak Kasus Ferdy Sambo (III): Vonis Mati Pembunuh Ajudan
Sebelumnya, pengacara bernama Alvin Lim yang menyebut eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, terpidana kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tak pernah berada di Penjara Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Salemba.
Alvin menyebut Ferdy Sambo tak pernah dipenjara di Lapas Salemba, melainkan hanya namanya saja yang di sana.
"Dia tidak pernah ditahan di Lapas Salemba. Namanya doang di situ. Saya kan di Lapas Salemba. Saya ini di Lapas Salemba bebas, mohon maaf," kata Alvin.
Alvin bahkan mengatakan, Ferdy Sambo tak pernah tidur di penjara Lapas Salemba, melainkan tidur di kantor Kepala Pengamanan Lembaga Permasyarakatan (KPLP) Salemba yang memiliki ruangan ber-AC.
"Itu tuh si Sambo itu tidak pernah tidur di dalam penjara, Pak, di Lapas Salemba," ucap Alvin.
Baca Juga: Jejak Kasus Ferdy Sambo (IV-Habis): Ramai-ramai Diskon Hukuman dari Mahkamah Agung